Hari
semakin gelap yang menunjukkan keanggunannya dalam semarak ibu kota, meskipun
malam tak bertahtakan bintang, meskipun ia akan mengalirkan air matanya untuk
membasahi bumi ini. Deru suara kendaraan
beroda melengkapi menu harian kemacetan yang tak kunjung terselesaikan. Namun langkahku
untuk menuntut ilmu tak tersurutkan olehnya. Langkah demi langkah kutapaki
dengan berharap agar mendapatkan secuil ilmu dari lembaga pendidikan yang
tersohor dengan kampus reformasinya. Berharap mendapatkan ilmu segar dari
nikmat Allah atas perkuliahan kali ini, namun ada secuil rasa yang sungguh tak
mengenakkan kalbuku. Ketika sang dosen mulai memperkenalkan dirinya dengan percaya
dirinya nan angkuh, beliau berkata : “saya punya mobil 5, saya baru beli rumah
seharga 3 milyar, setiap bulan saya selalu jalan jalan ke luar negeri, anak
saya di Canada dan menetap disana, anak saya punya apartemen, saya memang kaya,
dan anda (sambil nunjuk ke mahasiswa)
pun harus kaya… masa kalah sama umur 53 tahun???
Memang
jika dilihat dari sudut pandang yang lain, ini sangat positif, menantang anak
muda untuk bisa seperti dosen itu, atau bahkan lebih dari yang bisa diraih
dosen itu. Tetapi menurut saya ada yang salah dalam penyampain dosen itu,
kenapa dalam pencapaian hidup ini harus berorientasikan kepada yang namanya “kekayaan
harta”, apakah memang dengan melimpahnya harta akan bahagia? Apakah dengan
melimpahnya harta, hidup kita akan terhormat di mata Allah? Apakah dengan melimpahnya
harta bisa menjamin kita masuk syurga
Allah? Inilah yang ingin saya sampaikan, kenapa tujuan kita bukan akhirat? kenapa
berlomba lomba dalam kekayaan? Apakah memang semua hartanya akan dibawa ke
liang lahat? Kenapa malah dunia sebagai acuan untuk mencapai kenikmatan yang
hanya sedikit?
Ingatkah
ketika Rasulullah saw bersabda: "Demi
allah, dunia ini dibanding akhirat ibarat seseorang yang mencelupkan jarinya ke
laut; air yang menetes di jarinya ketika diangkat itulah nikmat dunia"
(HR. Muslim). Mengapa nikmat dunia hanya satu tetes air yang menetes dari
jari yang dicelupkan di laut dan diangkat? karena sesungguhnya luas surga yang
disediakan buat orang bertaqwa adalah seluas langit dan bumi. Allah berfirman dalam Qs 3.133: "Dan
bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya
seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa."
Nah
jadi sudah jelas bahwa tujuan kita hanya Allah, bukan kekayaan yang menjadi
orientasi hidup ini. Persiapkanlah akhiratmu juga, ketika akherat menjadi acuan
kita maka dunia akan mengikuti, tetapi ketika dunia menjadi tujuan kita, maka
jangan harap akherat akan mengikutimu, seperti menanam padi, jika kita menanam
padi maka tanpa disengaja disekitar padi akan ditumbuhi rumput, tetapi ketika
kita menanam rumput apakah akan tumbuh padi? Tentu jawabannya adalah tidak. Tapi
sekarang muncul pertanyaan, apakah kita tidak boleh menjadi kaya? Jawabannya adalah
boleh boleh saja, ingatkah kholifah Usman bin Affan? Beliau sahabat nabi yang sangat
sangat kaya raya, so menjadi kaya boleh asal tidak menjadi orientasi hidup,
tetap orientasi kita adalah akherat. Silakan bekerja dan mencari nafkah di
dunia dengan maksimal dan ingat, jangan kau tinggalkan akheratnya pula.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar