Cuma berbagi cerita pendek saja, dan tidak bermaksud untuk mengundang kata “WOW” J. Kritik dan saran nya ya gan, maklum masih newbie bikin cerpen...
Disemester ini Aisyah melakukan penelitian
yang biasa dilakukan oleh mahasiswa tingkat akhir lainnya. Ya penelitian itu
biasa disapa dengan sebutan “skripsi”. Decak kagum bertambah haru semakin
terukir dalam diri, karena beberapa bulan lagi Aisyah harus mengakhiri
statusnya sebagai Amd., dan berubah status menjadi SE (Sarjana Ekonomi). Tentunya
harus melewati episode demi episode untuk bisa happy ending dengan meraih gelar
SE.
Masa-masa bimbingan pun terasa mengasyikan
ketika prosesnya berjalan lancar. Namun tidak, untuk Aisyah. Kenapa? Sang dosen
pembimbing pun mendeklarasikan kepada Aisyah untuk membaca terlebih dahulu apa
yang akan menjadi bahan/judul dalam skripsi. Setelah itu barulah diijinkan untuk berlanjut
ke sesi berikutnya yaitu Bab 1. Sepekan berlalu, Aisyah pun menemui dosen
pembimbing sesuai dengan jadwal bimbingan, ketika itu Aisyah ditanyai habis
habisan tentang bahan/materi yang Aisyah ajukan sebagai judul skripsi. Memang dasar
dosen pembimbingnya cerdas, apa yang ditanyakan tidak sesuai dengan apa yang Aisyah
baca, dan alhasil Aisyah diam seribu bahasa, dan disuruh untuk membaca ulang
materi/bahan yang Aisyah ajukan dan kembali lagi minggu depan untuk menemuinya.
Satu minggu pun berakhir dengan cepat, Aisyah
menemui dosen pembimbing dengan persiapan yang lebih mantap, berharap bisa
lanjut ke bab 1 dan berhasil melalui pertanyaan-pertanyaan sang dosen. Namun harapan
itu kandas ditengah jalan ketika ada pertanyaan pamungkas yang tidak bisa Aisyah
jawab, dan sudah bisa ditebak Aisyah
diharuskan untuk membaca ulang kembali bahan/materi yang Aisyah ajukan. Hati Aisyah
pun merana, karena ketidakmampuan Aisyah untuk menyibak sebuah misteri dalam
bahan/materi yang Aisyah ajukan.
Minggu berikutnya pun diakhiri dengan hasil
yang sama, hingga minggu keempat. Rasanya bosan sekali hanya membaca dan
membaca materi yang sama sekali tanpa ada progress yang signifikan. Oke mungkin
ketika bimbingan kedua/ketiga Aisyah berfikir, ini adalah proses untuk tahapan menghadapi
sidang, yang dimaksudkan untuk siap dengan segala pertanyaan dari penguji. Namun
di minggu keempat ini rasa jenuh, suka mengeluh, lesu, dan tak ada gairah yang malah menghampiri
Aisyah. Rasa muak, kesal dengan dosen pembimbing mulai merasuki jiwa Aisyah,
hingga prasangka negative pun mulai berdatangan dari hati yang telah terkotori.
Namun ketika itu Aisyah langsung beristigfar, memohon maaf atas segala pikiran yang
pernah ia prasangka kan. Cepat-cepat ia bergegas untuk menyucikan diri dengan
air wudhu, dan mengambil Al-Qur’an dan melanjutkan bacaannya yang kemarin.
Seketika itu Aisyah menangis
tersedu sedan di ayat 5-6, bahwasanya Karena sesungguhnya bersama setiap
kesulitan ada kemudahan, Sesungguhnya bersama setiap
kesulitan ada kemudahan.
Dirinya
telah lupa dengan janji Allah, bahwa disetiap kesulitan ada kemudahan. Aisyah yang
selalu jenuh, suka mengeluh, lesu, dan tak
ada gairah, hanya akan menjadikan dirinya sebagai wanita muslimah yang lemah,
dan tak berdaya. Wanita yang hanya mengeluh, menyalahkan keadaan, dan berputus
asa hanya akan menjadi wanita yang kufur nikmat, tidak mensyukuri nikmat yang
Allah berikan kepadanya. Aisyah teringat perkataan guru ngajinnya, "janganlah kamu bersikap lemah,
dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang
paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman . ( Ali Imran :
139 )". Allah telah menunjukkan hidayah melalui ayat-ayatNYA dan Aisyah merasa bersyukur masih diberi kesempatan untuk bertobat atas
kekhilafan yang telah ia perbuat.
Setelah menyeka air mata yang sempat membasahi
tempat sujudnya, Aisyah kembali membaca ulang materi/bahan yang akan diajukan sebagai
judul skripsinya. Meskipun berkali-kali gagal dalam menjawab pertanyaan sang
dosen, namun Aisyah bertekad “sesungguhnya bersama
setiap kesulitan ada kemudahan, Sesungguhnya bersama setiap kesulitan ada kemudahan” mengazamkan diri untuk tidak
mudah menyerah, pantang mundur sebelum bendera tertancap di puncak keberhasilan.
Buku demi
buku ia baca, berbagai literatur pun menjadi makanan sehari harinya, perpustakaan
seolah menjadi rumah kedua baginya. Tak peduli banyak waktu yang ia habiskan
untuk membaca, semuanya demi sang Ayah dan Bunda, ia ingin mempersembahkan
kesarjanaannya untuk orang yang paling Aisyah cintai, dan kasihi, Aisyah ingin
melihat air mata bahagia Ayah dan Bunda berlinang membasahi pipinya, dan Aisyah
ingin memeluk Ayah Bunda sambil berkata, “Ayah, Bunda, ini Aisyah
persembahkan gelar Sarjana ini untuk Ayah dan Bunda, maaf Aisyah hanya merepotkan Ayah
dan Bunda saja, Aisyah belum bisa ngasih apa apa sama Ayah Bunda”
Minggu kelima pun tiba, Aisyah menemui dosen
pembimbing untuk kembali menjawab pertanyaan pertanyaan sang dosen, 45 menit
Aisyah ditanya secara bertubi tubi oleh sang dosen terkait bahan/materinya,
entah berapa banyak pertanyaan yang dilontarkan sang dosen. Semua pertanyaan
minggu kemarin pun bisa Aisyah jawab dengan sempurna, dan seketika itu dosen
pembimbing mengatakan “ya, silakan kamu lanjut ke Bab 1”. Tak terasa air mata
berlinang dipelupuk mata Aisyah mendengar kata “ya” dari sang dosen pembimbing.
Tidak sia-sia pengorbanan Aisyah untuk bisa mendapatkan kata “ya” dari sang
dosen. Harus melalui usaha yang keras, pantang menyerah dan semangat yang terus
terpatri dalam diri. Sungguh benar janji Allah, “sesungguhnya
bersama setiap kesulitan ada kemudahan, Sesungguhnya bersama setiap kesulitan ada kemudahan”.
Namun ini
bukanlah akhir dari perjuangan Aisyah, tapi ini awal dari episode-episode yang
telah tersknario dengan baik oleh Allah, agar Aisyah menjadi wanita muslimah
yang tegar, pantang menyerah, berusaha keras, dan menjadi sosok Aisyah istri
Rosullullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar