Halaman

Senin, 30 Juli 2012

Mendidik Penerus Generasi Bangsa


Tawuran antar pelajar, gaya hidup yang “alay”, smoking, drugs, pergaulan bebas, hingga seks bebas, mungkin itu yang sering kita dengar, dan sering terjadi di sekeliling kita. Kita tidak  bisa menutup mata atas semua ini, kita tidak bisa tinggal diam melihat yang seperti ini, kita harus bisa bertindak dan berbuat sesuatu agar tidak terjadi lagi.
Sungguh sangat disayangkan jika para pemuda Indonesia  seperti itu, apa gunanya pemuda yang demikian itu di mata bangsa ? hanya bisa menjadi beban bagi masyarakat saja. Bagaimana tidak, hal yang seperti itu bisa menjangkiti para pemuda bangsa ini, apakah mungkin karena pengaruh barat? Ataukah dari kurangnya pendidikan? Ini adalah PR yang harus kita selesaikan untuk menciptakan para pemuda yang berkualitas, pemuda yang mempunyai visi ke depan, pemuda yang mempunyai pergerakan kearah yang lebih baik.
Memang, dunia sekarang ini sudah memasuki suatu masa yang disebut dengan globalisasi. Dengan globalisasi ini pergerakan mobilitas semakin cepat, dan informasi semakin mudah didapat. Informasi yang bersifat factual, maupun fiksional tak dapat lagi dibedakan. Informasi yang kita peroleh harus bisa kita filter, mana yang baik untuk dikonsumsi maupun tidak. Tayangan-tayangan televisi yang membuat para orang tua khawatir dengan tontonan anaknya, yang semakin jauh dari etika/budaya ketimuran.  Orang tua yang seharusnya menjadi pendidik dan pembimbing putra-putrinya malah tak mampu untuk mengemban tugas itu karena sibuknya tugas kantor ataupun  urusan lain diluaran sana.
Peran orang tua yang sangat diperlukan dalam mendidik dan membimbing putra-putrinya menjadi factor penting dalam membentuk karakter si anak. Bukankah kita sering mendengar kalimat “kamu adalah cerminan keluarga kamu”.  Tepat sekali, anak adalah cerminan dari keluarganya, jika keluarga mampu mendidik dan membimbing si anak dalam masa pertumbuhan baik pertumbuhan fisik, mental maupun kepribadian, maka output yang dihasilkan keluarga itu adalah baik, tercermin dengan tingkah laku si anak dan pola pikir si anak dalam bersosialisasi. Begitu juga sebaliknya jika keluarga tidak mampu mendidik dan membimbing si anak dalam pembentukan karakternya, bisa jadi si anak akan menyimpang dari kaidah-kaidah atau norma-norma yang berlaku. Bisa jadi kalimat pembuka saya menjadi bagian dari aktivitas anak tersebut. Ini harus sangat diperhatikan betul, karena si anak akan tumbuh menjadi remaja dan kemudian dewasa. Jika salah dalam pembentukan moral dan etikanya mungkin bisa jadi korupsi, kolusi dan nepotisme tak terelakkan lagi. Pembentukan sifat, moral, dan etika ini haruslah dipahami oleh para orang tua dalam mendidik putra-putrinya. Uang saja tak cukup untuk menggantikan posisi orang tua dalam membimbing dan mendidiknya, perlu kasih sayang dan perhatian pula dari orang tua dalam mendidik, sehingga tercipta generasi-generasi penerus bangsa yang berakhlak dan berbudi pekerti.
Memang peran orang tua disini bukan menjadi satu-satunya factor yang dapat menciptakan karakteristik si anak, tetapi juga lingkungan. Lingkungan yang mendukung dalam tumbuh kembangnya anak dapat menjadi hal penting dalam penciptaan dan pertumbuhan si anak. Bagaimanapun, kita tidak bisa lepas dari kehidupan sosial, yang mengharuskan diri untuk bersosialisasi dengan yang lainnya. Karena manusia tidak lepas dari kehidupan bersosialisasi. Dengan bersosialisasi kita dapat menciptakan kehidupan yang harmoni dan bersinergi. Dengan kehidupan bersosialisasi manusia akan bermetamorfosis menjadi pribadi yang sesuai dengan lingkungannya. Lingkungan yang baik akan mampu menghasilkan pribadi yang baik, begitu juga sebaliknya. Teman sekolah, area permainan, bahan bacaan, akan mempengaruhi karakteristik si anak. Oleh karena itu peranan orang tua pula lah yang harus memperhatikan/mengontrol si anak dalam pergaulannya.
Hal ini memang tidak mudah, perlu perhatian khusus dan mendalam agar bisa menjadi pendidik yang baik, minimal untuk keluarganya. Menjadi pendidik yang baik memang membutuhkan keilmuan yang cukup. Namun keilmuan yang cukup saja akan mentah tanpa diaplikasikan. Contoh, seorang ayah melarang anaknya merokok, padahal ayahnya adalah perokok berat. Apakah si anak akan merokok atau tidak? Jawabnya adalah pasti merokok. Kenapa, karena dalam ilmu mendidik itu, butuh contoh, butuh aplikasi, tidak hanya di bibir saja. Maka ketika kita ingin mendidik anak dengan apa yang kita inginkan maka berilah contoh dengan dimulai dari diri sendiri dahulu untuk melakukannya.
Kemudian dalam mendidik anak, adanya kesepakatan diantara kedua orang tua dengan metode yang sama. Maksudnya adalah ketika seorang anak melakukan perbuatan/kegiatan di depan orang tuanya, sang ibu memuji dan membenarkannya, sementara sang ayah malah menyalahkannya, maka sang anak yang belum tahu betul benar dan salah akan bingung dibuatnya. Hal ini akan membuat kerancuan dan keraguan bagi si anak ketika melakukan perbuatan/kegiatan tersebut, apakah bernilai benar atau salah. Oleh karena itu pentingnya kesepakatan antara kedua orang tua dalam metode untuk mendidik anak harus diseragamkan, agar tidak terjadi hal yang demikian.
Semoga artikel ini dapat bermanfaat dalam mendidik anak dan menciptakan generasi penerus bangsa. Generasi yang memiliki perilaku terpuji, dan berbudi pekerti. 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar