Tawuran
antar pelajar, gaya hidup yang “alay”, smoking, drugs, pergaulan bebas, hingga
seks bebas, mungkin itu yang sering kita dengar, dan sering terjadi di
sekeliling kita. Kita tidak bisa menutup
mata atas semua ini, kita tidak bisa tinggal diam melihat yang seperti ini,
kita harus bisa bertindak dan berbuat sesuatu agar tidak terjadi lagi.
Sungguh
sangat disayangkan jika para pemuda Indonesia seperti itu, apa gunanya pemuda yang demikian
itu di mata bangsa ? hanya bisa menjadi beban bagi masyarakat saja. Bagaimana tidak,
hal yang seperti itu bisa menjangkiti para pemuda bangsa ini, apakah mungkin
karena pengaruh barat? Ataukah dari kurangnya pendidikan? Ini adalah PR yang
harus kita selesaikan untuk menciptakan para pemuda yang berkualitas, pemuda
yang mempunyai visi ke depan, pemuda yang mempunyai pergerakan kearah yang
lebih baik.
Memang,
dunia sekarang ini sudah memasuki suatu masa yang disebut dengan globalisasi. Dengan
globalisasi ini pergerakan mobilitas semakin cepat, dan informasi semakin mudah
didapat. Informasi yang bersifat factual, maupun fiksional tak dapat lagi
dibedakan. Informasi yang kita peroleh harus bisa kita filter, mana yang baik
untuk dikonsumsi maupun tidak. Tayangan-tayangan televisi yang membuat para
orang tua khawatir dengan tontonan anaknya, yang semakin jauh dari etika/budaya
ketimuran. Orang tua yang seharusnya
menjadi pendidik dan pembimbing putra-putrinya malah tak mampu untuk mengemban
tugas itu karena sibuknya tugas kantor ataupun
urusan lain diluaran sana.
Peran
orang tua yang sangat diperlukan dalam mendidik dan membimbing putra-putrinya menjadi
factor penting dalam membentuk karakter si anak. Bukankah kita sering mendengar
kalimat “kamu adalah cerminan keluarga kamu”.
Tepat sekali, anak adalah cerminan dari keluarganya, jika keluarga mampu
mendidik dan membimbing si anak dalam masa pertumbuhan baik pertumbuhan fisik,
mental maupun kepribadian, maka output yang dihasilkan keluarga itu adalah
baik, tercermin dengan tingkah laku si anak dan pola pikir si anak dalam
bersosialisasi. Begitu juga sebaliknya jika keluarga tidak mampu mendidik dan
membimbing si anak dalam pembentukan karakternya, bisa jadi si anak akan
menyimpang dari kaidah-kaidah atau norma-norma yang berlaku. Bisa jadi kalimat
pembuka saya menjadi bagian dari aktivitas anak tersebut. Ini harus sangat
diperhatikan betul, karena si anak akan tumbuh menjadi remaja dan kemudian
dewasa. Jika salah dalam pembentukan moral dan etikanya mungkin bisa jadi
korupsi, kolusi dan nepotisme tak terelakkan lagi. Pembentukan sifat, moral,
dan etika ini haruslah dipahami oleh para orang tua dalam mendidik
putra-putrinya. Uang saja tak cukup untuk menggantikan posisi orang tua dalam
membimbing dan mendidiknya, perlu kasih sayang dan perhatian pula dari orang
tua dalam mendidik, sehingga tercipta generasi-generasi penerus bangsa yang
berakhlak dan berbudi pekerti.
Memang
peran orang tua disini bukan menjadi satu-satunya factor yang dapat menciptakan
karakteristik si anak, tetapi juga lingkungan. Lingkungan yang mendukung dalam
tumbuh kembangnya anak dapat menjadi hal penting dalam penciptaan dan
pertumbuhan si anak. Bagaimanapun, kita tidak bisa lepas dari kehidupan sosial,
yang mengharuskan diri untuk bersosialisasi dengan yang lainnya. Karena manusia
tidak lepas dari kehidupan bersosialisasi. Dengan bersosialisasi kita dapat
menciptakan kehidupan yang harmoni dan bersinergi. Dengan kehidupan
bersosialisasi manusia akan bermetamorfosis menjadi pribadi yang sesuai dengan
lingkungannya. Lingkungan yang baik akan mampu menghasilkan pribadi yang baik,
begitu juga sebaliknya. Teman sekolah, area permainan, bahan bacaan, akan
mempengaruhi karakteristik si anak. Oleh karena itu peranan orang tua pula lah
yang harus memperhatikan/mengontrol si anak dalam pergaulannya.
Hal
ini memang tidak mudah, perlu perhatian khusus dan mendalam agar bisa menjadi
pendidik yang baik, minimal untuk keluarganya. Menjadi pendidik yang baik
memang membutuhkan keilmuan yang cukup. Namun keilmuan yang cukup saja akan
mentah tanpa diaplikasikan. Contoh, seorang ayah melarang anaknya merokok,
padahal ayahnya adalah perokok berat. Apakah si anak akan merokok atau tidak?
Jawabnya adalah pasti merokok. Kenapa, karena dalam ilmu mendidik itu, butuh
contoh, butuh aplikasi, tidak hanya di bibir saja. Maka ketika kita ingin
mendidik anak dengan apa yang kita inginkan maka berilah contoh dengan dimulai
dari diri sendiri dahulu untuk melakukannya.
Kemudian
dalam mendidik anak, adanya kesepakatan diantara kedua orang tua dengan metode
yang sama. Maksudnya adalah ketika seorang anak melakukan perbuatan/kegiatan di
depan orang tuanya, sang ibu memuji dan membenarkannya, sementara sang ayah
malah menyalahkannya, maka sang anak yang belum tahu betul benar dan salah akan
bingung dibuatnya. Hal ini akan membuat kerancuan dan keraguan bagi si anak
ketika melakukan perbuatan/kegiatan tersebut, apakah bernilai benar atau salah.
Oleh karena itu pentingnya kesepakatan antara kedua orang tua dalam metode
untuk mendidik anak harus diseragamkan, agar tidak terjadi hal yang demikian.
Semoga
artikel ini dapat bermanfaat dalam mendidik anak dan menciptakan generasi
penerus bangsa. Generasi yang memiliki perilaku terpuji, dan berbudi pekerti.