Seorang pengusaha nan shalih bernama Kajiman –bukan nama asli-,
malam itu sedang menginap di sebuah hotel berbintang lima di kawasan
Simpang Lima Semarang. Usai melakukan qiyamul-lail ia bergegas ke luar
hotel untuk mencari masjid terdekat dan shalat Shubuh berjamaah di
sana. Waktu di jam tangan Kajiman menunjukkan bahwa waktu adzan Shubuh
kira-kira setengah jam ke depan.
Begitu keluar dari lobby hotel, Kajiman pun memanggil seorang tukang becak yang sedang mangkal lalu ia naik ke atas becak.
"Mau
diantar kemana, Pak?" tanya tukang becak bernama Ibnu. Begitu ditanya,
Kajiman menjawab, "Antar saya keliling kota Semarang saja, Pak!" Ia
menjawab sedemikian karena ia tahu bahwa waktu Shubuh masih jauh
tersisa.
Maka Ibnu sang tukang becak mengantarkan Kajiman berkeliling Simpang Lima sebagai pusat kota Semarang.
Kira-kira
belasan menit sudah Ibnu mengayuhkan pedal becak mengantarkan Kajiman
yang hendak melihat panorama kota Semarang saat pagi menjelang.
Beberapa jalan sudah mereka susuri berdua. Lalu sayup-sayup terdengar
suara tarhim dari sebuah corong menara masjid di sana.
"Ya Arhamar Rahimiin, Irhamnaa.... Ya Arhamar Rahimiin, Irhamnaa....!"
Suara tarhim itu mengisyaratkan kepada warga kota Semarang bahwa waktu shubuh sebentar lagi akan menjelang.
Sejurus
itu Ibnu berkata santun kepada penumpangnya, "Mohon maaf ya pak, boleh
tidak bapak saya pindahkan ke becak lain??" Kajiman membalas,
"Memangnya bapak mau kemana?" "Mohon maaf pak, saya mau pergi ke
masjid!" jawab Ibnu.
Terus terang Kajiman kagum atas
jawaban Ibnu sang tukang becak, namun ia ingin mencari alasan mengapa
Ibnu sedemikian hebat kemauannya hingga ingin pergi ke masjid. "Kenapa
harus pergi ke masjid pak Ibnu?" tanya Kajiman. Ibnu dengan polos
menjawab, "Saya sudah lama bertekad untuk mengumandangkan adzan di
masjid agar orang-orang bangun dan melaksanakan shalat Shubuh. Sayang
khan Pak kalau kita tidak shalat Shubuh" jelas Ibnu singkat.
Jawaban
ini semakin membuat Kajiman bertambah kagum atas ketaatan Ibnu. Namun
Kajiman belum puas sehingga ia melontarkan pertanyaan yang menggoyah
keimanan Ibnu. "Pak, bagaimana kalau pak Ibnu tidak usah ke masjid tapi
pak Ibnu temani saya keliling kota dan saya akan membayar Rp 500 ribu
sebagai imbalannya!"
Dengan santun Ibnu membalas tawaran
itu, "Mohon maaf pak, bukannya menolak.... namun guru saya pernah
mengajarkan bahwa shalat sunnah Fajar itu lebih mahal daripada dunia
beserta isinya!"
Deggg....! dinding hati Kajiman
bergemuruh mendapati jawaban hebat dari seorang pengayuh becak seperti
Ibnu. Ia begitu takjub atas ketaatan Ibnu kepada Tuhannya. Amat jarang
menurut Kajiman manusia sekarang yang memiliki prinsip hidup seperti
Ibnu.
Bahkan Kajiman pun memberikan tawaran dua kali lipat dari
semula, tetap saja Ibnu menolaknya. Kekaguman pun membawa Kajiman
menyadari bahwa ada pelajaran besar yang sedang ia dapati dari seorang
guru kehidupan bernama Ibnu pagi itu.
"Dua rakaat Fajar (qabliyah Shubuh) lebih baik daripada dunia beserta isinya." (Muhammad Saw)
Ibnu
dan Kajiman pun tiba di salah satu masjid, rumah Allah. Lampu-lampu
masjid belum menyala. Mereka berdualah orang-orang pertama yang membuka
gerbang dan pintu masjid. Ibnu menyalakan lampu-lampu dan ia pun
mengumandangkan adzan saat waktu Shubuh tiba.
Dalam alunan suara
merdu Ibnu mengumandangkan adzan, hati Kajiman semakin hebat berguncang.
Dia berkata kepada Tuhannya, "Ya Allah, betapa ummat dan bangsa ini
amat membutuhkan manusia-manusia hebat seperti Ibnu... Rezekikan kepada
kami para pemimpin bangsa dan hamba-hamba yang senantiasa kuat beriman
dan selalu merasa takut kepada-Mu.... sehingga tiada lagi yang kami
cari untuk hidup di dunia ini selain keridhaan dan surga-Mu."
Shalat Shubuh pun didirikan di masjid tersebut, termasuk dalam shaf barisan hamba Allah pagi itu adalah Kajiman dan Ibnu.
Kajiman
begitu mensyukuri pelajaran berharga yang Allah berikan untuknya di
pagi itu. Usai shalat, Kajiman masih melanjutkan ibadahnya dengan dzikir
dan bermunajat kepada Tuhannya Yang Maha Pemurah. Namun lagi-lagi
terbayang di benaknya sosok hebat Ibnu sang Tukang Becak. Entah mengapa
dirasakan oleh Kajiman bahwa Allah menginginkan dirinya membantu Ibnu
untuk hadir ke Baitullah berhaji di tahun ini. Doa di pagi itu sungguh
membuat Kajiman terasa amat dekat dengan Tuhannya. Hingga badannya
berguncang dan air mata pun mengalir deras di pipinya. Tak kuasa ia
membendung gelombang arus rahmat dari Tuhannya.
Usai puas
berdoa, Kajiman pun menurunkan kedua tangannya yang tadi terangkat.
Terdengar oleh telinganya sapaan lembut pak Ibnu yang berkata, "Mari
pak kita teruskan perjalanan keliling kota Semarang....!"
Kajiman
lalu menoleh ke arah sumber suara. Ia berdiri dan menghampiri tubuh
Ibnu. Ia gamit tangan Ibnu untuk berjabat lalu memeluk tubuhnya dengan
erat. Sementara Ibnu belum mengerti apa maksud perbuatan yang dilakukan
Kajiman.
Dalam pelukan itu Kajiman membisikkan kalimat
ke telinga Ibnu, "Mohon pak Ibnu tidak menolak tawaran saya kali ini.
Dalam doa munajat kepada Allah tadi saya sudah bernazar untuk
memberangkatkan pak Ibnu berhaji tahun ini ke Baitullah...., Mohon
bapak jangan menolak tawaran saya ini. Mohon jangan ditolak!!!"
Subhanallah....
bagai kilat dan guntur yang menyambar menggoncang bumi. Betapa hati
Ibnu teramat kaget mendengar penuturan Kajiman yang baru saja
dikenalnya. Kini Ibnu pun mengeratkan pelukan ke tubuh Kajiman dan ia
berkata, "Subhanallah walhamdulillah.... terima kasih ya Allah....
terima kasih pak Kajiman.....!"
Untuk kali ini, Ibnu tiada menolak tawaran Kajiman!
Labbaikallahumma Labbaik..... Labbaika Laa Syarika Laka Labbaik
Aku penuhi panggilan-Mu, ya Allah... Aku penuhi panggilan-Mu
Haji
adalah memenuhi panggilan Allah Swt sekali seumur hidup. Bagaimana
mungkin seorang manusia memenuhi panggilan Allah yang agung ini, bila
dalam sehari Allah Swt memanggilnya hingga lima kali, namun ia tiada
mengindahkan.
Ibnu sungguh pantas mendapat hadiah penghargaan dari Allah Swt.
Ucapan terima kasih khusus untuk ayahanda Kajiman atas kisah yang luar biasa ini! Wallahu 'alam (jamaahmasjid.blogspot.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar